Ali, Moh. Datokarama dan Islamisasi di lembah palu. Sulteng Center.
datokarama.pdf
Download (4MB)
Abstract
Islamisasi Nusantara, khususnya di wilayah kepulauan Indonesia adalah tema yang menarik banyak kalangan, yaitu Sejarawan, Budayawan, Sosiolog, Antropolog dan bahkan Politisi. Persoalan masuknya Islam ke Indonesia adalah “masalah klasik” yang tidak akan habis untuk diperbincangkan, Islamisasi Nusantara ini telah mendorong para Sejarawan mengemukakan berbagai temuannya yang kemudian di kukuhkan sebagai teori. Masuknya Islam ke wilayah Indonesia oleh MC. Rikclefs disebut sebagai “suatu Proses yang sangat penting dalam sejarah Indonesia, namun juga yang paling tidak jelas”. Sedangkan Menurut Ricklefs sendiri bahwa kesimpulan pasti tidak mungkin dicapai karena sumber-sumber yang ada tentang islamisasi sangat langka dan sering sangat tidak informatif.
Para pakar sejarah berpendapat bahwa masuknya Islam di Nusantara secara besar-besaran pada abad XVI disebabkan saat itu kaum Muslimin sudah memiliki kekuatan politik yang berarti. Yaitu ditandai dengan berdirinya beberapa kerajaan bercorak Islam seperti Kerajaan Aceh Darussalam, Malaka, Demak, Cirebon, Gowa serta Ternate. Para penguasa kerajaan-kerajaan ini berdarah campuran, keturunan raja-raja pribumi pra Islam dan para pendatang Arab. Pesatnya Islamisasi antara lain juga disebabkan oleh surutnya kekuatan dan pengaruh kerajaan-kerajaan Hindu/Budha di Nusantara seperti Majapahit, Sriwijaya dan Sunda.
Dengan masuknya Islam terhadap penduduk pribumi Nusantara dan terbentuknya pemerintahan-pemerintahan Islam di berbagai
daerah kepulauan ini, perdagangan dengan kaum Muslimin dari dunia Islam menjadi semakin erat. Orang Arab yang bermigrasi ke Nusantara juga semakin banyak. Yang terbesar diantaranya adalah berasal dari Hadramaut, Yaman.
Kehadiran Islam di Lembah Palu Sulawesi Tengah dibawa oleh
Abdullah Raqie atau Datuk Karama, seorang tokoh agama Islam berasal
dari Minangkabau, Sumatera Barat pada tahun 1645 M. Datuk Karama atau Abdullah Raqie datang bersama rombongannya yang berjumlah 50 orang di muara Teluk Palu (Karampe) dengan menggunakan prahu
kora-kora. Mereka datang dengan alat-alat kebesarannya seperti Bendera Kuning, Panji Orang-Orangan, Puade, Jijiri, Bulo, Gong, dan Kakula (Kulintang). Banyak umat Islam di Indonesia yang tidak mengenal Datuk Karama, karena sejarah mengenai kedatangan Datuk Karama hingga kiprahnya dalam menyebarkan syariat Islam di Lembah Palu ini tidak tergambar dengan baik, yang tersisa dari peninggalannya hanya makam berbentuk rumah Minang di Kelurahan Lere sebuah dan Masjid Tua (Masjid Jami’) di Kampung Baru Kota Palu yang telah mengalami renovasi. Kiprah Datuk Karama, sampai saat ini sangat dirasakan masyarakat Sulawesi Tengah tetapi situs/peninggalan sejarahya sangat sedikit sekali.
Item Type: | Book |
---|---|
Subjects: | Pendidikan > Pendidikan Islam Pemikiran Islam |
Depositing User: | Unnamed user with email a@iainpalu.ac.id |
Date Deposited: | 03 Oct 2021 06:30 |
Last Modified: | 03 Oct 2021 06:30 |
URI: | http://repository.iainpalu.ac.id/id/eprint/287 |